BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Memasuki pembangunan dalam era reformasi, pembangunan pertanian dihadapkan pada
berbagai tantangan antara lain pemenuhan kecukupan pangan, persaingan dalam pasar global,mencari alternatif sumber pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan, penyediaan lapangan kerja dan peningkatan produktivitas angkatan kerja pertanian dan optimasi pemanfaatan serta pelestarian sumberdaya lahan dan sumberdaya kelautan.
Dalam menghadapi tantangan tersebut peran dan peranan teknologi dihadapkan pada persoalan-persoalan yang lebih kompleks. Persoalan-persoalan tersebut berhubungan dengan pemasaran yang makin kompetitif, dengan demikian produk-produk teknologi harus mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif. Untuk menjawab persoalan tersebut teknologi memainkan peranan yang penting dan akan memberikan kontribusi bagi sumberdaya lainnya dengan menciptakan teknologi yang mampu meningkatkan produksi, baik kuantitas maupun kualitas, memberikan nilai tambah dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya.
TUJUAN
Tujuan sistim mina padi adalah untuk:
Mendukung peningkatan produksivitas lahan.
Meningkatan pendapatan petani.
Meningkatan kualitas makanan bagi penduduk pedesaan.
Meningkatkan efisiensi penggunaan lahan.
Memperbaiki system pertanian tradisional.
MANFAAT
Adapun manfaat dari penerapan sitem minapadi,yaitu:
Dapat mengendalikan populasi berbagai jenis hama sekaligus gulma.
Dapat mengingatkan usaha tani yang saat ini terabaikan.
Dapat menambah pendapatan petani sekaligus mendukung pengendalian hama terpadu yang ramah lingkungan.
Dapat mengendalikan dan memutus daur hidup populasi hama dan gulma, juga akan mengurangi biaya pemakaian pestisida yang hanya digunakan jika di sawah tidak ada ikannya.
Petani tidak perlu repot-repot menyemprotkan pestisida untuk mengendalikan hama dan patogen penyebab penyakit tanaman.
BAB II LANDASAN TEORI DAN DATA
1.Pengenalan Bertani Sistem Minapadi
Secara menyeluruh, peningkatan produksi beras ternyata belum mampu meningkatkan pendapatan petani. Penyebabnya adalah pemilikan lahan perkapita yang relatif sempit. Untuk mengatasi hal ini, perlu pengubahan strategi pertanian, dari sistem monokultur ke arah diversifikasi. Salah satunya adalah dengan sistem mina padi. Sistem budi daya ikan di sawah ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan serta meningkatkan pendapatan. Buku ini membahas tata cara mina padi, mulai pengenalan biota sawah, persiapan lahan, teknik penanaman, pemeliharaan, hingga ke masalah panen dan pasca panennya. Selain itu disajikan pula analisis usaha mina padi ini untuk mengetahui nilai tambah usaha.
1.1. Penerapan Sistem Minapadi
Penerapan sistem padi tradisional adalah pengetahuan yang khas milik suatu masyarakat atau budaya tertentu yang telah berkembang lama sebagai hasil dari proses hubungan timbal-balik antara masyarakat dengan lingkungannya . Jadi, konsep penerapan system padi tradisional berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional. Karena hubungan yang dekat dengan lingkungan dan sumber daya alam, masyarakat lokal, tradisional, atau asli, melalui “uji coba” telah mengembangkan pemahaman terhadap sistem ekologi dimana mereka tinggal yang telah dianggap mempertahankan sumber daya alam, serta meninggalkan kegiatan-kegiatan yang dianggap merusak lingkungan.
Dalam konteks pengembangan lahan pertanian di daerah wates, sistem tradisional dalam pemanfaatan lahan pertanian ini cukup luas meliputi pemahaman terhadap gejala-gejala alam atau ciri-ciri alamiah seperti kemunculan bintang dan binatang yang menandakan datangnya musim hujan/kemarau sehingga petani dapat tepat waktu dalam melakukan kegiatan usaha taninya serta kebiasaan dalam budidaya pertanian, termasuk perikanan dan peternakan seperti dalam penyiapan lahan, konservasi air dan tanah, pengelolaan air dan hara, pemilihan komoditas, perawatan tanaman, pengembalaan dan pemeliharaan ternak (itik,bebek, kerbau,sapi), dan upaya pengembangbiakannya yang meskipun masih bersifat tradisional, merupakan pengetahuan lokal spesifik yang perlu digali dan dikembangkan.
Sistem pertanian yang dipraktekkan oleh petani wates Salah satu penemuan petani wates adalah ilmu pengetahuan teknologi dan penerapan padi tradisional dalam pengelolaan, dan pengembangan pertanian. Lahan pertanian di daerah wates telah dimanfaatkan selama beberapa tahun oleh penduduk setempat dan pendatang secara cukup berkelanjutan.
Penerapan teknik budidaya dan varietas tanaman yang secara khusus disesuaikan dengan kondisi lingkungan lahan pertanian tersebut.
Teknik-teknik canggih dan rendah energi untuk transformasi pertanian yang berhasil pada lahan pertanian di daerah wates telah dikembangkan.
Sistem pertanian tradisional yang akrab dan selaras dengan alam, yang disesuaikan dengan situasi ekologis lokal seperti tipologi lahan dan keadaan musim yang erat kaitannya dengan keadaan topografi, kedalaman genangan, dan ketersediaan air.
Sistem pertanian yang dilakukan oleh penduduk wates umumnya masih dikelola secara tradisional, mulai dari persemaian benih padi, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama, penyakit dan gulma, pengelolaan air, panen, hingga pasca panen. Fenomena alam dijadikan indikator dan panduan dalam melaksanakan kegiatan bercocok tanam. Ketergantungan pada musim dan perhitungannya pun masih sangat kuat. Apabila menurut perhitungan sudah waktunya untuk bertanam, maka para petani akan mulai menggarap sawahnya. Sebaliknya, apabila perhitungan musim menunjukkan kondisinya kurang baik, maka umumnya para petani akan beralih pada pekerjaan lainnya.
Sebagai upaya penganekaan tanaman, petani memodifikasi kondisi lahan agar sesuai dengan komoditas yang tembokan/tukungan/baluran). Dengan penerapan sistem ini, di lahan pertanian akan dibudidayakan untuk pertanaman padi atau menggabungkannya dengan budidaya ikan,(mina padi) Pengolahan tanah menggunakan alat tradisional bajak, sehingga lapisan tanah yang diolah tidak terlalu dalam, dan lapisan pirit tidak terusik. Dengan demikian, kemungkinan pirit itu terpapar ke permukaan dan teroksidasi yang menyebabkan tanah semakin masam, dapat dicegah. Pengolahan tanah dilakukan bersamaan dengan kegiatan pengelolaan gulma (menebas, memuntal, membalik, menyebarkan) yang tidak lain merupakan tindakan konservasi tanah, karena gulma itu dikembalikan ke tanah sebagai pupuk organik (pupuk hijau). Selain sebagai pupuk, rerumputan gulma yang ditebarkan secara merata menutupi permukaan lahan sawah juga berfungsi sebagai penekan pertumbuhan anak-anak rumput gulma.
Sebagian besar penduduk yang bermukim di daerah wates bergelut di sektor pertanian. yaitu sebagai petani padi, dan palawija serta peternak itik atau kerbau. Sebagian penduduk lainnya bergerak di sektor perdagangan, kerajinan, dan jasa.
Usaha tani padi yang dikembangkan di daerah wates sebagian terbesar merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Sebagian besar hanya bertanam sekali setahun pada musim kering (banih rintak) dan sebagian kecil dapat bertanam dua kali dalam setahun (banih surung dan banih rintak). Mereka yang bertanam dua kali setahun umumnya sawahnya berkisar antara 10-20 borongan (0,3-0,6 ha) dengan produktivitas sebesar 3,5 ton/ha. Penanaman padi rintak paling sedikit seluas 0,3 ha sedangkan padi surung paling sedikit setiap 0,6 ha. Pada daerah yang ditanami padi sekali dalam setahun, luas tanam setiap keluarga mencapai rata-rata 1 ha permusim dengan produktivitas mencapai 4,2 ton/ha.
Petani lokal di daerah wates umumnya masih memerhatikan fenomena alam seperti bintang atau binatang untuk melihat peluang keberhasilan usaha tani, termasuk waktu tanam. Fenomena alam yang menjadi pertanda musim kering di antaranya sebagai berikut:
1.Apabila ikan-ikan mulai meninggalkan kawasan lahan pertanian (turun) menuju sungai merupakan pertanda akan datangnya musim kering. Gejala alam ini biasanya terjadi pada bulan April atau Mei. Pada saat ini suhu air di lahan pertanian wates sudah meningkat dan ikan turun untuk mencari daerah yang berair dalam. Kegiatan usaha tani yang dilakukan adalah persiapan semaian.
2.Apabila ketinggian air semakin menyusut tetapi masih ada ikan saluang yang bertahan maka menunjukkan bahwa lahan pertanian wates masih tidak akan kekeringan. Biasanya masih akan ada air sehingga kedalaman air di lahan pertanian wates kembali meningkat, baik sebagai akibat turunnya hujan di lahan pertanian wates atau kiriman air di dataran tinggi yang mengalir melalui beberapa anak sungai. Kegiatan usaha tani yang dilakukan adalah persiapan semaian.
3.Bintang karantika muncul di ufuk barat pada senja hari hingga sesudah waktu maghrib menandakan air di lahan rawa lebak akan mulai kering. Bintang karantika merupakan gugusan bintang yang susunannya bergerombol (bagumpal) membentuk segi enam. Kemunculan bintang ini di ufuk barat merupakan peringatan kepada petani untuk segera melakukan penyemaian benih tanaman padi (manaradak). Saat kemunculan bintang ini hingga 20 hari kemudian dianggap merupakan waktu yang ideal untuk melakukan penyemaian benih padi. Apabila telah lewat dari waktu tersebut maka petani akan terlambat memulai usahatani padinya dan diperkirakan padi di pertanaman tidak akan sempat memperoleh waktu yang cukup untuk memperoleh air.
4.Bintang baur bilah yang muncul 20 hari kemudian juga dijadikan pertanda bagi datangnya musim kering dan dijadikan patokan dalam memperkirakan lama tidaknya musim kering. Bintang ini muncul di ufuk barat berderet tiga membentuk garis lurus. Apabila bintang paling atas terlihat terang, terjadi musim kemarau panjang. Sebaliknya, jika bintang paling bawah terlihat terang, kemarau hanya sebentar. Juga bila bintang paling kiri paling terang, terjadi panas terik pada awal musim, sebaliknya jika paling kanan terang, maka terik di akhir musim.
5.Tingginya air pasang yang datang secara bertahap juga menjadi ciri yang menentukan lamanya musim kering. Apabila dalam tiga kali kedatangan air pasang (pasang-surut, pasang-surut, dan pasang kembali), ketinggian air pasang pada tahapan pasang surut yang ketiga lebih tinggi dari dua pasang sebelumnya biasanya akan terjadi musim kering yang panjang.
6.Ada juga yang melihat posisi antara matahari dan bintang karantika. Apabila matahari terbit agak ke sebelah timur laut dibandingkan posisi karantika berarti akan terjadi musim kemarau panjang (landang).
7.Apabila burung putuh (kuntul = sejenis bangau) mulai meletakkan telurnya di semak padang parupuk merupakan tanda air akan menyurut (rintak). Burung putih mengharapkan setelah telurnya menetas air akan surut sehingga anaknya mudah mencari mangsa (ikan).
8.Ada pula petani yang meramalkan kemarau dengan melihat gerakan asap (mamanduk). Apabila asap terlihat agak tegak (cagat) agak lama berarti kemarau panjang dan sebaliknya.
Fenomena alam sebagai pertanda akan datangnya air di daerah pertanian wates di antaranya sebagai berikut:
1.Munculnya fenomena alam yang disebut kapat, yaitu saat suhu udara mencapai derajat tinggi. Diceritakan, orang yang mengetahui waktu terjadinya kapat dapat menunjukkan bahwa air yang diletakkan dalam suatu tempat akan memuai. Kapat ini biasanya mengikuti kalender syamsiah dan terjadi pada awal bulan Oktober. Empat puluh hari setelah terjadinya kapat maka biasanya air di lahan rawa lebak akan dalam kembali (layap).
2.Setelah terjadi fenomena kapat, akan muncul fenomena alam lain yang ditandai dengan beterbangannya suatu benda yang oleh masyarakat disebut benang-benang. Munculnya benda putih menyerupai benang-benang yang sangat lembut, beterbangan di udara dan menyangkut di pepohonan dan tiang-tiang tinggi ini disebutkan sebagai pertanda datangnya musim barat, yaitu tanda akan dalam kembali air di lahan lebak (layap). Fenomena alam ini biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai Nopember.
3.Apabila kumpai payung (papayungan) yang tumbuh di tanah yang agak tinggi mulai menguning dan rebah maka pertanda air akan dalam (basurung). Ada pula tumbuhan yang disebut pacar halang yang berbuah kecil seperti butir jagung. Apabila buahnya memerah (masak) dan mulai berjatuhan maka air sudah mulai menggenangi lahan rawa lebak.
4.Untuk menentukan lama tidaknya musim basah, petani menjadikan keladi lumbu (gatal) sebagai indikator. Bila tanaman ini mulai berbunga berarti itulah saat pertengahan musim air dalam. Apabila rumput pipisangan daunnya bercahaya agak kuning maka pertanda air akan lambat turun (batarik).
5.Apabila ikan-ikan yang masih bisa ditemukan di lahan lebak mulai bertelur maka pertanda air akan datang (layap). Fenomena ini biasanya terlebih dahulu ditandai dengan hujan deras, lalu ikan betok berloncatan (naik) melepaskan telurnya, setelah itu akan panas sekitar 40 hari lalu air akan datang dan telur ikan akan menetas.
Selain pengetahuan yang berhubungan dengan peramalan iklim, petani di lahan rawa lebak juga mempunyai kearifan lokal mengenai kesesuaian tanah dengan tanaman, baik ditinjau dari ketinggiannya maupun kandungan humus dan teksturnya. Mereka menanami tanah yang tinggi dengan semangka, jagung, kacang, dan ubi negara, sedangkan tanah yang rendah ditanami padi.
Bagi petani didaerah pertanian wates, tanah bukan baru dan dekat hutan umumnya dianggap sangat subur dan tidak masam, tetapi bila banyak tumbuh galam pertanda tanah itu masam. Ciri tanah masam lainnya adalah apabila di batang tanaman tersisa warna kekuning-kuningan begas terendam (tagar banyu) dan ditumbuhi oleh kumpai babulu dan airnya berwarna kuning. Tanah masam ini maih dapat ditanami ubi nagara atau bila ingin ditanami semangka maka tanah dilakukan pengapuran terlebih dahulu.
Bila telah ditanami beberapa kali keasaman akan berkurang karena sisa-sisa rumput yang tumbuh dan mati menjadi humus. Apabila keasaman tanah tidak bisa ditingkatkan maka petani akan meninggalkannya dan menganggap tanah tersebut sebagai tanah yang tidak produktif (tanah bangking). Tanah yang baik adalah tanah yang tidak banyak ditumbuhi oleh jenis tanaman liar (taung)sepertiparupuk,mengandung humus yang banyak dari pembusukan , serta mempunyai aliran sungai yang dalam. Sungai ini berfungsi untuk pembuangan air masam sehingga sejak dahulu petani membuat dan memelihara rayap yang dibuat setiap jarak 30 depa.
a. Waktu
Berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas padi secara berkelanjutan selama beberapa tahun terakhir ini menghadapi masalah terutama dengan rendahnya efisiensi usahatani. Untuk itu diperlukan suatu terobosan teknologi yang mampu meningkatkan efisiensi usahatani padi. Salah satu alternatif teknologi adalah melalui
penerapan sistem minapadi yang telah dikaji dalam jangka waktu panjang (empat tahun). Hasil pengkajian menunjukkan bahwa dengan tersedianya ruangan luas yang memanjang ke satu arah, maka minapadi dibandingkan dengan sistem tradisional, memberikan beberapa keuntungan diantaranya: peningkatan produksi secara nyata dan konsisten dan memudahkan serta mengurangi biaya produksi yang disebabkan karena berkurangnya waktu dan biaya tenaga kerja untuk penyiangan gulma dan pemupukan. Respons petani (95% dari petani) terhadap sistem minapadi dan dukungan penyuluh serta petugas lapang lainnya terhadap penerapannya di tingkat petani sangat positif. Dengan demikian teknologi ini layak baik secara teknis, ekonomi, maupun sosial untuk dikembangkan secara luas.Meskipun nilai-nilai tersebut bukan merupakan suatu ukuran dari adopsi teknologi, tetapi nilai yang sangat tinggi dapat digunakan sebagai indikator bahwa teknologi tersebut mempunyai peluang yang tinggi untuk diadopsi petani secara luas. Pada tahun 2003, sistem minapadi telah dikembangkan didaerah wates.
b. Jenis Tanaman Minapadi
Untuk usaha ini tidak diperlukan kekhususan konstruksi sawah, hanya saja perlu
dibuatkan kemalir (caren), yaitu semacam parit disekeliling dalam petakan sawah
dengan diagonal atau menyilang pada petakan sawah. Kemalir ini berfungsi sebagai
tempat berlindung ikan dan untuk memudahkan dalam pemanenan ikan. Ukuran
lebar kemalir umumnya berkisar antara 40 - 60 cm dengan kedalaman air 40 cm.
Jenis ikan yang biasanya dipelihara dengan cara ini antara lain : ikan Mas, Karper, Tawes, Nilem, Mujair dan Nila. Ikan mas dan Karper merupakan jenis-jenis yang paling baik dipelihara di sawah karena ikan-ikan tersebut tumbuh dengan baik
dengan air dangkal serta tahan panas.
Penebaran ikan dilakukan setelah padi berumur 5 - 7 hari dengan lama
pemeliharaan ikan disawah sebaiknya 60 hari.
Sasaran dari usaha pemeliharaan ikan bersama padi ini adalah untuk meningkatkan
pendapatan petani, karena disamping hasil tanaman padi, diperoleh juga tambahan
hasil berupa ikan. Selain itu nilai gizi keluarga dapat terpenuhi serta resiko
kegagalan panen dapat dikurangi.
Dibandingkan dengan usaha tani padi monokultur, pendapatan dari minapadi lebih besar karena membudidayakan dua komoditas dalam satu area, yakni ikan dan padi. Selain itu, dari aspek budidaya, minapadi dapat menunjang usaha tani utamanya, yaitu padi. Ikan yang ditanam di sawah biasanya ikan mas dan nila, sedangkan padi yang ditanam jenis Bagendit, Sarinah, IR 64, Widas, Ciherang, dan Cigeulis.
C.KEUNTUNGAN MINAPADI
Mina padi merupakan istilah yang dikenal sebagai menggabungkan antara bercocok tanam padi dengan membesarkan ikan mas dan nila di sawah. Untuk itu petani bisa berpenghasilan ganda, pertama, mampu mengurangi hama tikus di sawah, kedua bisa menambah penghasilan dengan menjual ikannya saat panen tiba.
Setelah sebulan ditanam di sawah, rata-rata perbandingan antara benih dengan ikan yang ada bisa mencapai 1 : 3. Artinya, satu cangkir benih bisa menghasilkan tiga kilogram ikan kecil ukuran 3-5 sentimeter yang siap ditanam kembali. Dengan demikian, 10 cangkir benih bisa menghasilkan 30 kilogram ikan ukuran 3-5 sentimeter.
Penggabungan beberapa jenis komoditas dalam ekosistem sawah irigasi yang memiliki hubungan saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) ini tidak hanya memberikan keuntungan pada ekosistem itu sendiri namun juga keuntungan bagi petani yang mengusahakannya, yaitu : dapat meningkatkan pendapatan dan pemenuhan karbohidrat serta protein hewani. Dengan mengusahakan padi, sekaligus ikan, azolla, bebek dan itik ini tentu saja memberikan pendapatan yang lebih besar dibandingkan bila kita hanya mengusahakan satu komoditas saja. Pengusahaan tanaman padi tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan semata namun juga untuk memenuhi kebutuhan pangan sebagai sumber karbohidrat. Sedangkan adanya ikan dan bebek ini secara langsung maupun tidak langsung akan menjadi sumber protein hewani.
2.DATA
2.1 KEBIASAAN PETANI PADI TRADISIONAL
Petani telah memakaibanyak varietas padi (tradisional, unggul dan hibrida) dan bermacam-macam cara untuk menyuburkan tanah (pupuk organik, pupuk kimia,dan kombinasi kedua-duanya). Mereka telah mengembangkanberbagai metode atau teknik untuk perbaikan prinsip dasar SRI.
Sampai sekarang semua jenis padi yang dipakai memberikanhasil yang lebih tinggi dengan memakai kebiasaan dasar SRI,walaupun – tidak mengherankan – jenis tertentu bereaksi lebih baikketimbang yang lain, misalnya menghasilkan lebih banyak batangatau bulirnya lebih gemuk.Telah diamati bahwa jenis padi yang umur 120-140 hari saatpanen bereaksi paling produktif, tetapi perlu lebih banyak evaluasitentanggejala ini. Hasil SRI yang paling baik (produksi sampai dengan16 t/ha dan lebih) telah diperoleh dengan jenis padi unggul atau hibrida,walaupun jenis tradisional yang dianggap hasilnya rendah, jugamenunjukkan peningkatan hasil yang besar.Pada umumnya varietas padi tradisional lebih disukai karenarasanya dianggap lebih enak serta ciri-cirinya yang lain, dan karenanyamendapatkan harga pasar yang lebih tinggi pula. Dengan demikianjenis padi tradisional dapat meraih kembali popularitasnya denganmetoda SRI yang meningkatkan hasil sampai 6-10 t/ha.
Variasi dalam pertumbuhan batang dan efektivitas batang produktifdalam satu rumpun adalah cukup besar. Kadang-kadang mencapai50% batang tidak produktif (tidak ada formasi malai), suatu hal yangsulit dijelaskan. Namun demikian, lebih sering dijumpai batang produktifmencapai sekitar 60-80%, bahkan di lahantertentumencapai80-90%. Bagaimana meningkatkan pertumbuhan batang produktif denganefektif merupakan pertanyaan ilmiah yang penting.
Petani tidak mengalami masalah memindahkan bibitdalam kurunwaktu 30 menit, atau lebih bagus lagi dalam waktu 15 menit, apabilamereka membuatkan persemaian dekat dengan ladang/sawahmereka. Petani menemukan bahwa pemakaian parangatau alat lainmembantu untuk mengurangi “trauma”pada bibit yang masih halus
ketika diangkat dari persemaian. Kadang-kadang bibitditanam dalamkerangka kayu atau bambu yang dapat disimpan di dalam atau dekatrumah agar terlindungi dan kemudian dibawa ke lahan, sehingga akarbibithanya dilepas sekejap saja saatdipindahkan.
Berbagai praktek penyuburan tanah telah menjadi bagian sistem termasuk pupuk hijau (misalnya orok-orok – Crotalaria juncea),jerami padi dan kotoran ayam, dan campuran ekstrak daun hijau tertentu dengan kotoran sapi. Dengan cara ini para petanimemperbaiki mutu tanah yang sudah menurun oleh karena praktek lazim untuk menanam padi, tanpa harus membawa jumlahkompos yang banyak ke sawah-sawah mereka.Masalah praktis yang ditemukan dalam pemakaian alat penyiang yang berputar menghasilkan desain alat penyiang yang lainsesuai dengan keadaan khusus lahan yang berbeda. Alat penyiang dibuatkan dan dijual oleh beberapa perusahaan tani dan pengusaha swasta. Alat penyiang yang bermotor masih pada tingkat desain di tiga lokasi dan akan dites dalam waktu yangdekat. Untuk memudahkan pemindahan bibit, sebuah penggaruk dibuatkan untuk menarik garis dalam bentuk persegi empat di tanah.
Bibit ditanam di persimpangan garis. Suatu alat pemindahan bibit yang mampu memindahkan 1 bibit per rumpun dengan 6 bibit per baris sekaligus yang ditanamdengan jarak yang diinginkan, telah dikembangkan pula. Sebuah alat penanam yang bisa menjatuhkan satu atau dua benih yang berkecambah pada jarak yang diinginkan juga sudahdikembangkan dan sudah sedang dipakai. Sebuah pompa air yang pedalnya diputar pakai kaki dengan penyiraman agarkelembaban yang diinginkan terjamin selama masa pertumbuhan dan setelah padi mulai bermalai. Hal ini bermanfaat khususnya pada musim kering ketika air permukaan hampir tidakada, dan juga untuk menjamin produksi beras organis yang harganya tinggi untuk pasaran ekspor. Banyak petani memakai kombinasi sari tumbuhan, baik dengan maupun tanpa mikro-organisme yang efektif (EM), untukmenghindari pemakaian pestisida kimia. Mereka menguji-coba berbagai tanaman yang terdapat di dataran tinggi sekitar sawah mereka. Beberapa biang tanaman dipakai bukan saja sebagai penolak serangga tetapi juga sebagai sumber gizi. Petani telah berhenti menglabur dengan lumpur pematang mereka dan membiarkan rumput menutup pematang sebagaiperlindungan habitat organisme yang melawan hama padi. Dengan cara demikian petani mendukung kontrol hama secara biologisdan aktifitas mikro-organisme dalam tanah yang meningkatkan kesuburan tanah dan keanekaragaman di sawah. Hal inimenghemat uang untuk tenaga kerja (menglabur pematang) dan untuk pestisida dan dengan demikian menurunkan biaya produksi. Petani menguji-cobakan berbagai jarak luas serta penanaman langsung. Mereka juga menjadwalkan dengan cermat agar padi.
tidak berbunga pada bulan purnama. Mereka menemukan bahwa ini mengurangi kerusakan oleh hama serangga.Keuntungan yang diperoleh oleh para petani dari dan perbaikan-perbaikan lain sangat menarik. Para petani sudah mampumemperoleh paling sedikit hasil yang berlipat dua dari hasil yang lazimnya diperoleh dengan praktek konvensional, sedangkan biayaproduksi dikurangi, sering sampai separoh. Mereka menjadi produsen beras berkualitas tinggi yang menghasilkan pendapatan sedikit lebih tinggi dibandingkan harga jual beras benih unggul. Padi yang bebas bahan kimia mendapatkan harga lebih tinggi di pasar, dan permintaannya meningkat. Produksi padi organik dan tradisional untuk ekspor sedang meningkat dengan satu kelompok tani yang sudah mendapatkan sertifikat untuk produksi beras organik. Dengan cara ini SRI menjadi alternatif yang layak bagi petani yang menggarap lahan kecil mendapatkan hasil rata-rata 8.5 ton/ha, dengan mendapatkan pendapatan lebih tinggi dari input mereka yang lebih rendah, sedangkan produktivitas tanah, air, tenaga dan modal meningkat. Di samping itu, petani menghasilkan beras yang bersih dan sehat melalui praktek-praktek yang ramah lingkungan.
Satu atau dua bibit per lubang dapat memberikan hasil yang baik tergantung keadaan setempat. Apabila tanah kurang subur,mungkin lebih baik memakai 2 bibit per lubang sampai mutu tanah telah diperbaiki.Buktinya sudah cukup bahwa 3 atau lebih bibitper rumpunakan memperlambat pertumbuhan sebab menjadi persaingan pertumbuhan di bawah maupun di atas tanah, dan oleh karena itu tidak perlu dicoba.
Beberapa hasil tertinggi dengan SRI yang telah diamati berkaitan dengan jarak tanam, yaitu 50 x 50 cm. Hal ini bisa dilakukan apabila mutu tanah sangat baik. Tetapi jarak antartanaman sebaiknya dicarikan yang optimal, bukan yang paling luas, karena yang diinginkan adalah jumlah tunas yang membawa bulir padi yang terbanyak per meter persegi. Jumlah ini dipengaruhi oleh berbagai faktor (mutu tanah, varietas padi) dan juga oleh penerapan praktek dasar, termasuk jarak tanam lebih luas. Kebanyakan petani diberikan nasihat untuk memulai dengan 25 x 25 cm. Seringkali jarak 35 x 35 cm memberikanhasil yang terbaik, tetapi di tanah yang sangat kurang subur jarak tanam 20 x 20 cm bisa saja lebih baik.
Daripada memakai tali untuk mencapai penanaman dengan jarak yang diinginkan dan tepat, beberapa petani sekarang memakai semacam penggaruk kayu yang bergigi (pasak) dengan jarak di antaranya 25 cm atau lebih, untuk memberikan tanda pada permukaan sawah yang berlumpur. Petani menemukan bahwa pemakaian alat ini mempercepat proses pemindahan bibit secara berarti.
Buktinya sudah cukup banyak bahwa yang terbaik dalam berbegai kondisi adalah mengatur tanah agar lembab tetapi tidak jenuh dengan air selama kurung waktu pertumbuhan vegetatif. Menambah jumlah air pada lahan yang sedikit demi sedikit setiap hari merupakan rekomendasi SRI, sebaiknya dilakukan pada sore atau malam hari (kecuali apabila hujan turun pada siang hari), sedangkan air lebih yang tergenang dibuang pada pagi harinya. Cara ini membuka peluang untuk melangsungkan proses aerasi. dan pemanasan tanah selama siang harinya. Tetapi sebagian besar petani, karena mencari penghematan kebutuhan tenaga kerja,mengikuti jadwal irigasi dengan menggenangi dan mengeringkan sawahnya secara bergantian dan tidak memberikan air dengan teliti tanpa menggenangi sawahnya selama masa pertumbuhan vegetatif.Belum jelas apakah kebiasaan ini memberikan hasil yang lebih tinggi, tetapi memang mengurangi kebutuhan atas tenaga kerja.Dengan jelas praktek yang berbeda diperlukan untuk tanah liat dibanding jenis tanah yang lain. Penelitian lebih lanjut diperlukan pula
untuk memahami dampak perubahan menajamen air terhadap pembagian air berskala besar dan terhadap lingkungan.
Apabila lahan tidak dibiarkan tergenang terus-menerus untuk melawan gulma, petani harus memakai cara-cara yang lain. Dengan penyiangan dini dan berkali-kali adalah penting untuk menganginkan permukaan tanah. Petani bisa memakai cangkul.
Perbaikan infrastruktur pun kini giat dilakukan. Irigasi, misalnya. Agar pembagian lebih berimbang dengan Bantaeng, kini sedang diusahakan waduk di hulu Sungai agar bisa dipakai, terutama pada musim kemarau. Yang terakhir ini termasuk pula pembuatan embung atau penampungan air sementara yang bisa dimanfaatkan selama tiga bulan.
Kebiasaan petani sawah di daerah wates kebayakan secara turun temurun, menanam padi dilakukan secara serentak di bawah ahli prakiraan cuaca (kejurun belang), musim tanam dilakukan hanya satu kali pada setiap tahunnya. Sistem pengairan sawah adalah sistem tadah hujan dan sebagian kecil menggunakan irigasi.
Akan tetapi, lanjutnya, mayoritas masyarakat setempat tetap memilih menanam padi ini, karena beras atau nasi dari padi jenis tersebut dikenal dengan cita rasa ternikmat saat ini sejumlah petani di wilayah itu mulai mengembangkan bibit padi unggul, yang usia pertumbuhanaya hanya berumur tiga bulan.
2.2 KELEMAHAN PETANI PADI TRADISIONAL
Ribuan varietas padi lokal telah lenyap dari ladang petani, ini dampak dari pemaksaan kepada petani untuk menanam padi varietas unggul nasional. Pemaksaan kebijakan pemerintah kepada petani sudah dimulai sejak lama pada pemerintahan orde program dari pemerintah orde baru untuk mewajibkan petani Indonesia untuk menanam padi varietas unggul ini, terkait dengan Pembangunan Lima Tahun (PELITA) yang memprioritaskan pada swasembada pangan harapannya memiliki umur tanam 3,5-4 bulan. Tetapi pemerintah perlu sadar, hingga sekarang petani di Indonesia masih menggunakkan sistem pertanian yang tradisional, belum memiliki pengetahuan mengenai sistem pertanian modern. Dia mencontohkan mengenai petani tradisional di Indonesia, saat menanam benih padi seharusnya dalam satu lubang ditanam benih maksimal dua, tetapi di Indonesia satu lubang ditanam 10 benih. Ini tugas dari pemerintah, pemerintah jangan hanya menciptakan suatu varietas baru, seharusnya memikirkan sistem yang akan digunakannya, hingga ke petaninya, tambahnya.
Pembangunan pertanian yang seharusnya dipikirkan juga oleh pemerintah, yaitu pertanian organik. Pertanian organik sangat perlu diterapkan di Indonesia, karena manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh manusia, dengan kesehatan pangannya, tetapi juga memperbaiki kondisi lingkungan yaitu tanah di Indonesia pengaplikasian pertanian organik tidaklah susah, segala input berasal dari alam, seperti pupuk dapat diambil dari kotoran hewan, maupun kompos.
Varietas padi moderen beradaptasi dengan baik dan dapat berproduksi tinggi pada lingkungan sawah irigasi dan sawah tadah hujan dengan drainase baik. faktor kunci yang berkontribusi banyak terhadap laju kenaikan tajam produksi padi di Asia adalah peningkatan penggunaan pupuk dan pembangunan atau perbaikan infrastruktur irigasi. Data dalam tabel berikut memperlihatkan hubungan antara tingkat penggunaan pupuk dengan hasil dan luasan sawah irigasi dengan tingkat adopsi varietas moderen. Di beberapa negara adopsi varietas moderen sudah melebihi luasan sawah irigasi yang ada. Hal ini berarti perluasan area padi moderen telah merambah ke sawah tadah hujan (dengan drainase baik).
Penerpan teknologi moderen berhasil menurunkan biaya produksi per satuan hasil. Hal ini memungkinkan pemerintahan negara-negara Asia menyelaraskan berbagai tujuan kebijakan pangan nasional yang saling bertentangan (tidak saling mendukung), yaitu (i) menyediakan pangan dengan harga murah dan stabil (ii) tetapi pada saat yang sama juga ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani dan (iii) swa sembada beras. Ketiga tujuan tersebut dapat dicapai secara bersamaan hanya apabila introduksi dan adopsi teknologi padi moderen mampu mamacu secara mencolok pertumbuhan produkstivitas usaha tani padi, sehingga terjadi penurunan tajam biaya produksi dari setiap ton padi yang dihasilkan oleh petani, walaupun input (biaya produksi) persatuan luas lahan yang diperlukan untuk adopsi padi moderen lebih tinggi daripada untuk menanam padi tradisional.Adopsi varietas padi moderen dan introduksi teknologi revolusi hijau berhasil mengantarkan Indonesia yang sebelumnya adalah salah satu negara utama pengimpor beras, menjadi negara swa-sembada beras.
Setiap kali pemerintah memutuskan untuk impor beras, selalu ada pihak yang menentang. Dalihnya, impor akan menjatuhkan harga beras dan merugikan petani. Sebenarnya di balik pro-kontra sekitar impor beras tersembunyi kelemahan kebijakan yang mestinya segera dibenahi.
Masyarakat yang bertani dengan sistem minapadi berpindah selalu punya tiga lumbung padi. Lumbung pertama berisi panen tahun lalu yang baru akan dikonsumsi tahun depan. Lumbung kedua kosong karena isinya sudah dikonsumsi tahun lalu dan akan diisi dengan hasil panen tahun ini. Lumbung ketiga berisi hasil panen dua tahun lalu, yang sedang dikonsumsi tahun ini. Tradisi masyarakat tradisional selalu punya stok padi yang cukup untuk dikonsumsi satu tahun, untuk berjaga-jaga jika terjadi gagal panen.
Di mana pun di dunia, menyimpan serealia (biji-bijian) selalu masih berupa gabah atau bulir yang sudah kering. Tempat penyimpanannya berupa silo. Lumbung padi masyarakat tradisional adalah semacam silo itu. Tetapi, masyarakat modern Indonesia, termasuk Perum Bulog, selalu menyimpan beras, bukan gabah. Volumenya pun tidak sampai 30 juta ton, tetapi hanya sebatas yang akan dikonsumsi tahun ini. Artinya, hasil panen tahun ini pasti habis dikonsumsi tahun ini pula, alias kita tidak pernah bisa punya stok padi.
Hasil panen padi cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Ini sebenarnya sudah luar biasa. Sebab, hasil panen kita sudah tekor untuk konsumsi sendiri. Kini produksi padi nasional relatif stabil. Seandainya ada surplus, hanya sekitar 1 -2 ton.
Seandainya minus, paling tinggi hanya tiga juta ton. Hingga sebenarnya, ekspor dan impor itu suatu hal yang wajar, asal dilakukan dengan bijak dan wajar. Idealnya, Bulog sebagai penyangga cadangan pangan nasional punya stok sekitar sembilan juta ton beras, setara 15 ton gabah. Angka ini cukup untuk menanggulangi jika terjadi gagal panen nasional selama tiga bulan. Sebab dengan kondisi produksi beras yang masih pas dengan angka konsumsi, cadangan pangan mutlak perlu. Tetapi jangankan punya stok 100 persen konsumsi nasional seperti masyarakat tradisional, punya stok untuk tiga bulan pun berat.Itu sebabnya kini stok beras Bulog kurang dari satu juta ton. Jika tahun depan gagal panen dan pemerintah tidak impor, harga beras bisa melambung di atas Rp 5.000/kg. Sebenarnya, negara-negara maju juga punya kebijakan memiliki cadangan gandum nasional. Tetapi, pemerintah negara maju tidak perlu membeli bulir gandum dari petani lalu menyimpannya. Yang mereka lakukan hanya memiliki database perganduman. Database bukan data statistik. Meski sebagai penghasil dan konsumen beras terbesar .
Dengan database perberasan, pemerintah bisa mengendalikan perdagangan dan distribusi komoditas ini hingga harga gabah stabil. Volume stok beras nasional dan siapa yang menguasainya juga akan ketahuan. Data ini mestinya dimiliki Departemen Pertanian dan Perdagangan. Meski belum punya database, aparat Deptan selalu bilang, mereka punya database pertanian (termasuk perberasan). Padahal yang dimiliki sebatas data statistik.
Kelompok, koperasi, dan asosiasi inilah yang dengan bantuan pemerintah dan lembaga donor membangun database perberasan. Hingga secara independen mereka bisa mengelola produksi dan perdagangan beras. Asosiasi ini juga akan mengusulkan ke pemerintah sistem insentif dan pengenaan tarif impor. Meski proteksi berlebihan, berupa pemberian insentif dan pengenaan tarif, juga bisa bersifat negatif. paling merasakan dampak kebijakan demikian.
Pada panen perdana tersebut, digandang-gandangkan bahwa padi tersebut merupakan padi unggul baru di Indonesia. Padi ini disebutkan mampu panen hingga tiga kali tanpa perlu lagi ditanam ulang. Batang padi sisa panen cukup ditebas dan disisakan batangnya dengan panjang kurang Iebih 3 centimeter dari permukaan tanah. Batang sisa tebasan dari panen akan tumbuh kembali dan siap dipanen 96 hari kemudian.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang mana atas hidayah dan inayah-Nya lah kami bisa menyelesaikan makalah ini.Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW,pada keluarganya,pada sahabatnya,dan pada penerus risalahnya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan ini alhamdulillah kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “ SISTEM MINAPADI dapat MENINGKATKAN PENGHASILAN bagi PARA PETANI DI DAERAH WATES.”Yang mana merupakan salah satu tugas mata pelajaran bahasa Indonesia.
Dalam makalh ini kami mencoba mengemukakan berbagai hal tentang “Pengenalan bertani sistem minapadi,Penerapan sistem minapadi,Kebiasaan petani padi tradisional,dan Kelemahan petani padi tradisional.”
Namun di dalam tulisan ini tentu masih banyak kesalahan dan kekeliruan, sehingga jauh dari sempurna.Oleh karena itu kami sangat menunggu kritik dan saran yang bersifat membangun.
Ucapan terima kasih kami sampaikan pada guru bahasa Indonesia yang telah sangat membantu kami dalam pembuatan makalah ini.juga pada rekan-rekan yang memberikan ari penting dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Limbangan,28 November 2008
Penyusun
LEMBAR PENGESAHAN
Diperiksa dan di setujui pada tanggal : 2008.
Mengetahui
Pembimbing Kepala Sekolah
Drs.Tono Drs.Kirman
SMAN 1 BL.LIMBANGAN
BAB III PENUTUP
1. KESIMPULAN
Secara menyeluruh, peningkatan produksi beras ternyata belum mampu meningkatkan pendapatan petani. Penyebabnya adalah pemilikan lahan perkapita yang relatif sempit. Untuk mengatasi hal ini, perlu pengubahan strategi pertanian, dari sistem monokultur ke arah diversifikasi. Salah satunya adalah dengan sistem mina padi. Sistem budi daya ikan di sawah ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan serta meningkatkan pendapatan. Buku ini membahas tata cara mina padi, mulai pengenalan biota sawah, persiapan lahan, teknik penanaman, pemeliharaan, hingga ke masalah panen dan pasca panennya. Selain itu disajikan pula analisis usaha mina padi ini untuk mengetahui nilai tambah usaha. Penerapan sistem padi tradisional adalah pengetahuan yang khas milik suatu masyarakat atau budaya tertentu yang telah berkembang lama sebagai hasil dari proses hubungan timbal-balik antara masyarakat dengan lingkungannya . Jadi, konsep penerapan system padi tradisional berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional. Karena hubungan yang dekat dengan lingkungan dan sumber daya alam, masyarakat lokal, tradisional, atau asli, melalui “uji coba” telah mengembangkan pemahaman terhadap sistem ekologi dimana mereka tinggal yang telah dianggap mempertahankan sumber daya alam, serta meninggalkan kegiatan-kegiatan yang dianggap merusak lingkungan.keuntungan dari penerapan system minapdi adalah para petani dapat memperoleh penghasilan ganda.Karena apabila saat panen telah tiba petani akan menghasilkan beras dan ikan.akan tetapi masih banyak petani yang belum bias menerapkan sistem minapadi di daerah wates.meskipun demikian ada sebagian petani yang sudah bias menerapkan sisten tersebut dan memperoleh hasil yang cukup memuaskan.untuk memperoleh hasil produksi yang cukup memuaskan tentunya harus di sertai dengan usaha petani dalam mengurus lahan pertaniannya.Dari hasil wawancara dengan warga setempat bahwa ada beberapa keuntungan dari penerapan sistem minapadi tersebut salah satunya yaitu dalam proses pemupukan dan pembasmian gulma.
2. SARAN
Mungkin dalam pembuatan makalah ini kurangnya sangat jauh sekali karena kami menyadari sebagai manusia akan keterbatasan kemampuan dan wawasan ilmu pengetahuan,pengalaman,dan kemampuan dalam merangkai makna dan bahasa yang lebih sempurna,untuk itu penulis sangat berterimakasih jika ada tegur sapa, saran atau kritikan yang sifatnya kontektif dari rekan-rekan dan guru mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya,dan dari pembaca umumnya.Agar kami mendapat pengalaman yang berarti.Untuk lebih menyempurnakan kembali dalam pembuatan makalah kedepannya.
MAKALAH BAHASA INDONESIA
MINAPADI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
CHATBOX
Quickpost this image to Myspace, Digg, Facebook, and others!
Get your own Chat Box! Go Large!
http://www.focus.co.id/images/yahoo-icon.png
01 Februari, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar