KEBUDAYAAN
PENGERTIAN
Kebudayaan
Kebudayaan, cultuur dalam bahasa Belanda dan culture dalam bahasa Inggris, berasal dari bahasa Latin “colore” yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan. Dari pengertian budaya dalam segi demikian berkembanglah arti culture sebagai “segala daya dan aktivitet manusia untuk mengolah dan mengubah alam”. Untuk membedakan pengertian istilah budaya dan kebudayaan, Djoko Widaghdo (1994), memberikan pembedaan pengertian budaya dan kebudayaan, dengan mengartikan budaya sebagai daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa, sedangkan kebudayaan diartikan sebagai hasil dari cipta, karsa, dan rasa tersebut.
Menurut Djojodiguno (1958) dalam bukunya : Asas-asas Sosiologi, memberikan definisi mengenai cipta, karsa, dan rasa sebagai berikut:
Cipta adalah kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia segala hal yang ada dalam pengalamannya, yang meliputi pengalaman lahir dan batin. Hasil cipta berupa berbagai ilmu pengetahuan.
Karsa adalah kerinduan manusia untuk menginsyafi tentang hal “sangkkan paran”. Dari mana manusia sebelum lahir (sangkan), dan kemana manusia sesudah mati (paran). Hasilnya berupa norma-norma keagamaan/kepercayaan.
Rasa adalah kerinduan manusia akan keindahan, sehingga menimbulkan dorongann untuk menikmati keindahan. Hasil dari perkembangan rasa terjelma dalam bentuk dalam berbagai norma keindahan yang kemudian menghasilkan macam-macam kesenian.
Menurut Koentjaraningrat (1974), menyatakan bahwa kebudayaan terdiri atas tiga wujud:
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari idee-idee, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitet kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama adalah wujud yang ideel dari kebudayaan. Sifatnya abstrak tak dapat, tak dapat diraba. Lokasinya ada dalam alam pikiran dari warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ideel ini dapat kita sebut adat tata kelakuan, atau adat istiadat dalam bentuk jamaknya. Wujud kedua dari kebudayaan yang sering disebut sistem sosial, menganai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan lain menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, yaitu berupa seluruh total dari hasil fisik dan aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat.
Di atas telah dijelaskan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Konsepsi tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1. Bahwa kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia. Karena itu meliputi:
a. Kebudayaan material (bersifat jasmaniah), yang meliputi benda-benda ciptaan manusia.
b. Kebudayaan non material (bersifat rohaniah), yaitu semua hal yang tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya religi (walau tidak semua religi ciptaan manusia).
2. Bahwa kebudayaan itu tidak diwariskan secara generatif (biologis), melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar.
3. Bahwa kebudayaan itu diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat akan sukarlah bagi manusia untuk membentuk kebudayaan. Sebaliknya tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia baik secara individual maupun masyarakat, dapat
mempertahankan kehidupannya.
Dua kekayaan manusia yang paling utama ialah akal dan budi atau yang lazim disebut dengan pikiran dan perasaan. Di satu sisi akal dan budi atau pikiran dan perasaan telah memungkinkan munculnya tuntutan-tuntutan hidup manusia yang lebih daripada tuntutan hidup makhluk lain. Sedangkan pada sisi yang lain, akal dan budi memungkinkan munculnya karya-karya manusia yang sampai kapanpun tidak pernah akan dapat dihasilkan oleh makhluk lain. Cipta, karsa dan rasa pada manusia sebagai buah akal budinya terus bergerak berusaha menciptakan benda-benda baru untuk memenuhi hajat hidupnya; baik yang bersifat rohani maupun jasmani.
Pengertian kebudayaan (culture) dalam arti luas merupakan kreativitas manusia (cipta, rasa dan karsa) dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia akan selalu melakukan kreativitas (dalam arti luas) untuk memenuhi kebutuhannya (biologis, sosiolois, psikologis) yang diseimbangkan dengan tantangan, ancaman, gangguan, hambatan (AGHT) dari lingkungan alam dan sosialnya. Pernyataannya dapat dalam bentuk bahasa (lisan, tulisan, isyarat), benda (tools and equipment), sikap dan kebiasaan (adat/ habit and attitude), dan lainnya. Komponen-komponennya (unsur-unsur kebudayaan) diantaranya politik, ekonomi, sosial, teknologi, transportasi, komunikasi, dan religi. Komponen ini merupakan bagian dari sistem kebudayaan yang tak terpisahkan, dan bingkainnya (boundary cultural system) adalah supranatural. Bagaimana manusia mengkreasi semua ini (how to create), akan berbeda antara kelompok yang satu dengan lainnya, sebagai contoh: Masyarakat Nelayan Pantai Utara Jawa berbeda dengan Pantai Selatan Jawa dalam menciptakan perahu. Perahu masyarakat Pantai Utara dibangun dengan papan yang disambung-sambung dan tanpa cadik (penyeimbang), sementara masyarakat nelayan Pantai Selatan Jawa membuat perahu dari kayu gelondongan dengan memakai cadik. Hal ini menunjukan bahwa kebutuhannya sama yaitu tentang suatu alat (tools) untuk berlayar dalam rangka menangkap ikan (baik masyarakat Pantai Utara maupun Selatan) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (needs), tetapi karena tantangan alam yang berbeda maka penciptaan teknologipun berbeda, demikian pula dalam aspek kehidupan lainnya.
Pembangunan Berbasis Kebudayaan
Konsepsi pembangunan paling tidak akan terkait dengan tiga hal, yaitu: Pertama, tujuan dari pembangunan, yang secara umum diarahkan sebagai pola gerak yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). Kedua, sasaran dari pembangunan, yaitu manusia berserta aktivitas-aktivitasnya dengan mendasarkan pada lingkungan alam, sosial dan supranatural. Ketiga, substansi/aspek dari pembangunan, yaitu meliputi pembangunan infrastruktur dan parasarana dasar, ekonomi, dan socio-cultural.
o Penetapan tujuan pembangunan, sasaran pembangunan, penentuan substansi/aspek dari pembangunan, organ yang merealisasikannya adalah manusia. Tetapi pada sisi yang lain, tujuan, sasaran dan penentuan substansi/aspek dari pembangunan pada intinya yaitu akhir dari proses pembangunan diarahkan untuk kesejahteraan manusia. Sehingga dengan demikian, pada posisi ini, manusia bisa berperan sebagai subjek/pelaksana pembangunan (bagian dari input), dan berperan sebagai objek pembangunan (output dari pembangunan). Manusia adalah mahkluk sosial, bersifat dinamis, serta karena predikatnya sebagai makhluk sosial tersebut maka manusia juga merupakan makhluk yang berbudaya atau berkebudayaan. Makhluk yang berbudaya atau berkebudayaan disebabkan karena manusia memiliki pikiran dan perasaan, sehingga dengan kekuatan akal pikiran dan kekuasaan yang dimilikinya tersebut manusia dapat mencipta, dalam bentuk hasil cipta, karsa, dan rasa. Hasil cipta, karsa, dan rasa tersebut dalam wujudnya dapat berupa politik, ekonomi, sosial, teknologi, transportasi, komunikasi, religi.
Kita memang sampai saat ini belum mempunyai konsepsi yang baku mengenai masyarakat (komunitas) seperti apa yang ingin kita tuju dengan usaha pembangunan kita, kecuali konsepsi mengenai sedikit tentang harapan pembangunan yaitu adanya keinginan untuk menjadi agak lebih makmur dan ingin lebih menyempurnakan demokrasi serta lebih menyempurnakan kondisi kehidupan yang dapat memberi akomodasi kepada aneka warna kebudayaan. Proses pembangunan yang kurang mendasasarkan pada nilai-nilai budaya masyarakat setempat, dikhawatirkan pada kenyataannya akan berdampak terhadap: Pertama, munculnya individualisme extrim serta isolasi individu; Kedua, keretakan prinsip-prinsip kekeluargaan; Ketiga, hilangnya nilai-nilai hidup rohaniah yang mempertinggi mutu hidup; Keempat, penggunaan kelebihan harta dan waktu luang di luar kewajaran; Kelima, polusi dan pencemaran lingkungan hidup.
Penganalisaan mengenai konsepsi pembangunan yang berbasis kebudayaan, titik sentralnya terletak pada proses perencanaan pembangunan yang berorientasi pada nilai-nilai budaya masyarakat setempat (suatu komunitas tertentu). Seharusnya, proses penyusunan rencana pembangunan harus didasarkan dengan melalui hierarki sebagai berikut: identifikasi nilai dalam masyarakat, penyusunan paradigma, penyusunan konsep, dan perencanaan aplikasi. Indentifikasi nilai dimaksudkan untuk mengeksplorasi informasi sebanyak-banyaknya tentang nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat, nilai-nilai dimaksud harus menunjukan nilai budaya komunal dominan dalam masyarakat, hal ini harus dilaksanakan agar proses pembangunan yang hendak dilaksanakan tidak bertabrakan dan sesuai dengan kondisi nilai-nilai masyarakat setempat. Dari identifikasi nilai-nilai tersebut, untuk mengetahui kondisi masyarakat secara umum, maka diidentifikasi paradigma masyarakat, yaitu berkaitan dengan cara pandang masyarakat, bagaimana masyarakat memandang dirinya, bagaimana masyarakat memandang lingkungan di luar dirinya, bagaimana masyarakat memandang pembangunan, dan lain sebagainya. Setelah pengidentifikasian nilai dan paradigma, maka langkah selanjutnya adalah penyusunan konsep pembangunan, dengan mendasarkan pada nilai dan paradigma yang berkembang dalam masyarakat. Langkah terakhir dari mekanisme tersebut yaitu penyusunan rencana baku untuk kemudian diaplikasikan. Proses identifikasi nilai dan paradigma dalam masyarakat (komunitas) harus mampu memperkirakan kondisi nilai dan paradigma di waktu yang lalu (last ferformance), saat ini (current situation), dan masa yang akan datang (forecasting).
Berbicara tentang kebudayaan Purwakarta, maka kita tidak akan terlepas dari kebudayaan masyarakat Sunda dan kebudayaan masyarakat Islam secara umum. Ada beberapa nilai dan paradigma yang berkembang dalam masyarakat Purwakarta (bernapaskan budaya Sunda dan Agama Islam), terutama nilai dan paradigma yang senapas dengan peningkatan pembangunan/bernilai positif, nilai-nilai budaya tersebut misalnya:
o Dalam bidang kesehatan, budaya Islam mengajarkan diantaranya “Makanlah sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang”, hal ini mengajarkan kepada kita agar sistem pencernaan tetap terjaga dengan baik, adapula ajaran lain tentang kesehatan “Kebersihan sebagian dari iman” dan masih banyak yang lainnya yang berkaitan dengan kesehatan.
o Dalam bidang pendidikan dan pengajaran, budaya Islam mengajarkan “Carilah ilmu sampai ke negeri Cina”, “Belajar itu dimulai dari pangkauan ibu sampai ke liang lahat”. Filosopi Sunda dengan kawihnya misalnya “Manuk enteup dina pager, na sukuna aya bola. Lamun hayang jadi pinter kudu getol ka sakola”.
o Dalam bidang ekonomi, Islam mengajarkan “Carilah dunia seakan-akan kamu hidup seribu tahun lagi dan ibadahlah seakan-akan mati besok”. Urang Sunda mah benten deui “Kudu bisa ngereut nendeun” hartosna “Rik-rik gemi”, dalam arti dapat menabung selain memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
o Dalam bidang lingkungan hidup, budaya Islam mengajarkan “Janganlah engkau membuat kerusakan dimuka bumi”, sedangkan menurut pepatah Sunda “Ulah sok nuar tangkal di sirah cai, pamali !”.
Begitu banyak ajaran-ajaran tentang nilai kesundaan yang mempunyai korelasi dengan nilai-nilai agama (religi). Kenapa tidak, walaupun terjadi akulturasi kebudayaan, nilai dan filosofinya tetap dipertahankan, karena akan berpengaruh posistif terhadap pelaksanaan proses pembangunan terutama menyangkut pembangunan karakter masyarakat (character building). Hal tersebut hanya dapat dipertahankan oleh orang-orang kreatif yang mempunyai daya nalar, wawasan, pengetahuan, keterampilan, nurani, dan keimanan yang suci serta kesehatan lahir dan bathin, dan hal tersebut dapat direalisasikan dengan upaya peningkatan sektor pendidikan.
Sektor ekonomi masyarakat secara umum terdiri atas: pertanian-peternakan-kehutanan-perikanan, pertambangan-penggalian, industri pengolahan, listrik-gas-air bersih, bangunan, perdagangan-hotel-restoran, penganggkutan-komunikasi, keuangan-persewaan-jasa perusahaan-dan jasa-jasa lainnya. Pembangunan terhadap sektor tersebut akan berdaya guna maksimal jika penangan konsep dan aplikasinya disesuaikan dengan kultur, nilai, dan paradigma yang berkembang dalam masyarakat. Cara berpikir yang harus dirubah dalam penyusunan konsep pembangunan selama ini yaitu bahwa kultur, nilai dan paradigma masyarakat yang harus berubah, menyesuaikan dengan pembangunan. Seharusnya pembangunan yang menyesuaikan dengan kondisi kultural, nilai dan paradigma yang hidup dan berkembang di masyarakat. Kalaupun dalam perkembangannya ternyata proses pembangunan memunculkan kultur, nilai dan paradigma yang baru, biarlah hal tersebut terakulturasi secara alami.
Permasalahan yang sangat mendasar (incremental) adalah bagimana agar kita memiliki sumber daya manusia yang berkarakter, jawabannya ada pada pendidikan (dalam arti luas) masyarakat. Untuk menemukan nilai-nilai dan filosofi masa lalu (last performance); bergurulah pada orang tua, memikirkan masa kini; tingkatkan dan berdayakan usia produktif, dan untuk memikirkan masa mendatang; didik dan bimbinglah anak-anak kita.
Mungkin muncul pertanyaan, bagimana implementasinya ?, untuk menjawab pertanyaan tersebut maka ditetapkan program dasar (basic core), program andalan (core busines), dan program pengembangan dan pemeliharaan (development and maintanance). Program dasar terkait dengan SDM melalui bidang pendidikan, kesehatan, dan agama. Program andalan terkait dengan ekonomi melaui bidang pertanian, industri kecil, perdagangan dan jasa, dan pariwisata. Sementara program pengembangan dan pemeliharaan terkait dengan penciptaan teknologi, pelestarian nilai-nilai dan budaya masyarakat serta pelestarian lingkungan alam.**
Inilah hal yang dapat kita pertanggung jawabkan mengenai pengaruh budaya asing yang masuk ke Indonesia. Mengapa kita harus selalu mengikuti jalur yang seperti ini apakah budaya asing dapat memberikan solusi tentang perbaikan jati diri setiap manusia khususnya siswa yang duduk di bangku sekolah. Karakter manusia itu berbeda-beda karena ini semua tergantung oleh sifat dan watak perilakunya masing-masing. Pada dasarnya dalam menyikapi tentang persoalan yang demikian ini kita justru cenderung pada bagaimana upaya penanggulangannya agar supaya jati diri kita sebagai manusia yang sejati tidak rusak. Fenomena alam sudah terlihat adanya musibah dimana-mana dari sinilah kita menginstropeksi diri tentang apa kesalahan kita karena dari sini kita dapat menggali dalam dalam bahwa sebenarnya yang patut disalahkan itu pihak asing ataukah kita sendiri. Insight terhadap anak didik khususnya remaja yang cenderung melakukan tindakan anarkhis dengan jalan kekerasan lewat cara entah itu tawuran,perkelahian perkosaan sampai berujung criminal
Inilah remaja yang sukanya seenaknya sendiri apakah kita harus mencontoh mereka juga. Dalam hal ini sudah diupayakan lewat jalan observasi di sekolah-sekolah yang intinya juga sama dimanapun sekolah yang terfavorit ataupun yang biasa juga melakukan tindakan kekerasan. Generasi muda menjadi mlempem, atau seperti hewan undur-undur yang jalannya mundur yang artinya dia jika berhadapan dengan orang jujur tidak mau jujur sehingga mampu menutupi kebohongannya. Jaman ini semakin berubah sampai berubahnya tidak mampu untuk bisa mengontrol mengenai manusia yang tinggal dibumi ini. Sebenarnya bumi langit adalah titipan dari yang maha kuasa tanpa tuhan menciptakan bumi langit dan isi-isinya kita tidak mungkin bisa hidup.
CHATBOX
Quickpost this image to Myspace, Digg, Facebook, and others!
Get your own Chat Box! Go Large!
http://www.focus.co.id/images/yahoo-icon.png
04 Februari, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar