BAB I
ENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan sentra industri / kerajinan rakyat pada hakekatnya adalah kegiatan awal untuk memacu pembangunan ekonomi rakyat di wilayah pedesaan. Secara bertahap kegiatan produksi pertanian diupayakan untuk diikuti oleh muncul dan berkembangannya kegiatan ekonomi terkait, baik secara horizontal maupun vertikal serta pengadaan jasa-jasa di sekitarnya sehingga menumbuhkan perekonomian masyarakat.
Pembangunan sentra industri/kerajinan rakyat akan lebih efektif kalau didukung dengan mengerahkan kegiatan lintas sektor maupun subsek¬tor terfokus dan terintregasi pada lokasi yang telah terpilih. Upaya terfokus ini seyogyanya dilaksanakan multi tahun secara berkelanjutan, untuk mendukung dan menghantarkan petani dan masyarakat pelaku usaha setempat mampu melakukan dan menjalin kegiatan-kegiatan industri/kerajinan rakyat dengan kekuatan sendiri secara bekersinambungan.
Untuk membangun sentra industri/kerajinan rakyat tersebut diperlukan sub-sub kegiatan mulai dari penyediaan input, budidaya bahan baku (bambu dan kayu), teknologi proses , pemasaran serta prasarana dan kelembagaan pendukung yang merupakan paduan berbagai bidang kerja yang berada pada kendali dari berbagai pihak, yaitu pemerintah, koperasi dan masyarakat, termasuk pengusaha swasta perorangan dan badan usaha. Untuk itu harus disusun Rancangan multi tahun Pengembangan Sentra Komoditas Unggu¬lan (SPAKU) Industri/Kerajinan-rakyat Bambu .
Agar pembangunan sentra tersebut berhasil, kegiatan dan pendanaan yang tersebar secara parsial harus dapat dikoordinasi¬kan dan dirangkai ke dalam suatu kegiatan yang saling bersambung, membentuk sistem agribisinis yang utuh. Untuk itu koordinasi perencanaan dan pengendalian sejak tingkat propinsi hingga tingkat lokasi, yang menjamin terfokusnya berbagai sumberdaya dan dana untuk pengembangan sentra dimaksud merupakan aspek yang sangat penting. Sehubungan dengan hal itu peranan Pemerintah Daerah sebagai penguasa wilayah dan Jajaran DEPHUTBUN sebagai pemilik sumberdaya lahan dapat mengatur gerak pembangunan sentra industri/kerajinan rakyat bambu tersebut.
Rancangan seyogyanya memuat gambaran kondisi saat ini, sentra industri/kerajinan rakyat yang akan diwujudkan, rincian kegiatan yang akan dilaksanakan, kontribusi yang harus diberikan setiap sektor, sub sektor maupun institusi sektoral, subsektoral maupun institusi lainnya. Rancangan tersebut dilengkapi dengan mekanisme perencanaan, pelasanaan, koordinasi dan pengendalian di tingkat lokasi hingga tingkat propinsi. Untuk itu keterlibatan seluruh instansi yang terkait, dalam pengembangan rancangan ini sangat penting.
1.2. TUJUAN , SASARAN DAN LINGKUP KEGIATAN
1.2.1. Tujuan
Rancangan Sentra Pengembangan Komoditas Unggulan (SPAKU) Kerajinan Bambu ini merupakan rencana induk serta rencana operasional multi tahun atas pengembangan sentra industri/kerajinan rakyat bambu , untuk memberi kekuatan awal, memfasilitasi dan memandu masyarakat setempat, hingga mampu menggerakkan industri/kerajinan rakyat dengan kekuatan sendiri.
1.2.2. Sasaran
Penyusunan rencana menyeluruh atas lokasi pengembangan sentra komoditas Unggulan kerajinan bambu ini menghasilkan dokumen rancangan yang memuat hal-hal sebagai berikut :
a. Rancangan output, target grup, manfaat yang dihasilkan proyek, dilengkapi dengan disain fisik dan indikator pengukurnya.
b. Rencana tahapan kegiatan hingga terwujudnya Sentra dimaksud, memuat rencana kegiatan sinergis lintas sektor, subsektor, pro¬gram dan institusi, beserta volume fisik menurut tahapan yang disepakati.
c. Rencana Operasional rinci yang harus dilaksanakan.
d. Mekanisme koordinasi perencanaan dan pengendalian di tingkat lokasi, Dati II, Dati I yang mengait dengan tingkat pusat.
1.2.3. Lingkup Kegiatan
Beberapa aspek yang harus dicakup adalah sebagai berikut.
A. Penetapan Lokasi dan Sasaran Jenis Usaha
Pemilihan lokasi didasarkan atas ketersediaan lahan (kawasan hutan negara), kesesu¬aian lahan serta agroklimatnya, kesiapan prasarana penunjang, ketersediaan tenaga kerja serta sumberdaya lain yang membentuk keunggulan lokasi yang bersangkutan. Pemilihan komoditas utama industri/kerajinan bambu dan produk penunjang serta jenis usahanya didasarkan atas potensi menghasilkan keuntungan, potensi pemasarannya, kesiapan dan penerimaan masya¬rakat atas jenis usahatani yang akan dikembangkan serta keselarasan dengan kebijakan pembangunan daerah. Untuk menduga keunggulan wilayah serta produk yang akan dipilih dilaku¬kan analisis kuantitatif dan kualitatif yang memperhatikan fak¬tor-faktor ekonomi dan sosial.
B. Penentuan Kegiatan yang Dilakukan
Penentuan kegiatan yang perlu dilakukan didasarkan atas analisis kondisi saat ini dan kondisi yang diinginkan dengan rincian menurut komponen-komponen penting sistem industri/kerajinan rakyat yaitu target grup, ketersediaan dan kesesuaian lahan serta prasarananya, ketersediaan sarana produksi, kemampuan pengelolaan teknologi proses, pemasaran, dukungan prasarana dan kelem¬bagaan.
C. Rincian Kegiatan Sinergis Lintas Sektoral
Tahapan kegiatan tersebut selanjutnya diuraikan menurut pro¬gram/proyek tahunan serta dukungan institusi yang harus memberi¬kan kontribusi terhadap pembangunan sentra industri/kerajinan rakyat bambu . Secara garis besar hal ini dapat disajikan dalam bentuk matriks keterpaduan pengembangan Sentra Industri/kerajinan rakyat Bambu . Kegiatan antara lain meliputi :
(1). Pengembangan Budidaya Bambu
Pengembangan budidaya bambu dan komplementernya, diid¬entifikasi menurut volume fisik yang jelas. Garis besar kegiatannya meliputi persiapan lahan dan petani, pelatihan usa¬hatani, penyediaan agroinput, alat pertanian dan penyelenggaraan penyuluhan. Pembinaan teknis budidaya, cara memanen dan cara untuk mempertahankan kuali¬tas produk, perlakuan pasca panen.
(2). Pembinaan Teknologi Proses Industri/Kerajinan dan Pemasaran
Peningkatan ketrampilan teknis dalam teknologi proses seperti mengemas dan menyeleksi hasil produksi serta peralatan yang diperlukan untuk mempertahankan kualitas hingga cara prosesing akhir produk untuk meningkatkan nilai tambah serta kemampuan pemasaran. Untuk melaksanakan pembinaan dengan sarana yang tersedia di wilayah agar lebih optimal, maka kerjasama dengan Jajaran Departemen Perin¬dustrian dan Perdagangan setempat harus dilakukan. Sinergi kegia¬tan hanya dapat dicapai dengan koordinasi perencanaan dan pemba¬gian tugas yang jelas.
(3). Pembinaan Pengembangan Usaha Bersama .
Kelompok kegiatan yang menyangkut peningkatan kemam puan menge¬lola usaha dan melaksanakan kemitraan dengan pedagang, eksportir maupun industri pengelohan pangan dilak sanakan melalui pembinaan Kelompok Usaha Bersama Industri/kerajinan rakyat (KUBA) dan Koperasi Perajin Bambu , pembentukan Forum Komunikasi (FORKA) Perajin Bambu, pelaksanaan temu-temu usaha, pelatihan kewirausahaan dan promosi produk.
(4). Kegiatan Penunjang
(a). Pelayanan Sarana Produksi dan Peralatan
Lembaga pelayanan ini (Misalnya Koperasi Perajin bambu atau KUD yang telah ada) diperlukan untuk membantu penyediaan sarana produksi dan peralatan yang dibutuhkan para petani, perajin, pedagang dan pengolah produk untuk melaksanakan kegiatan usaha¬nya. Pelayanan ini harus ada untuk menjamin ketersediaan sarana usaha tepat waktu, jumlah dan harga yang wajar. In¬stansi pemerintah setempat harus mampu menciptakan iklim usaha dan memberikan dukungan agar koperasi atau pengusaha dapat menja¬lankan fungsinya secara wajar. Diperlukan rekomendasi berbagai program insentif untuk mendorong tumbuhnya lembaga pelayanan, khususnya untuk lokasi yang terpencil.
(b). Pelayanan Informasi Teknologi Inovasi Tepat Guna
Identifikasi jenis teknologi spesifik yang diperlukan untuk pembangunan sentra industri/kerajinan rakyat Bambu diharapkan dapat dilakukan oleh Lembaga-lembaga Sumber Inovasi Teknologi milik Pemerintah dan Suasta. Pelayanan ini antara lain mencakup disain produk, penentuan/pemilihan bahan baku, teknologi proses dan kemas, manajemen koperasi dan Promosi/pemasaran. Kerjasama peneliti - penyuluh dalam hal alih tehnologi kepada perajin harus dilakukan secara intensif.
(c). Pelayanan Kesehatan Kerja
Kegiatan perlindungan yang harus mengawali pelaksanaan sentra industri/kerajinan rakyat terutama adalah pengawasan sebagai tindakan preventif serta metode penanggulangan gangguan yang mungkin mengganggu usaha produksi. Hal ini sangat penting untuk mencegah kerugian akibat kegagalan produk atau penurunan kualitas produk. Pelayanan ini perlu dirinci dengan volume dan jenis kegiatan yang jelas, serta peralatan epenunjang yang diperlukan.
(d). Pelayanan / Pembinaan Bahan Baku dan Penunjang
Penyediaan bahan baku bambu dan Sarana Penunjang lain dapat dirancang untuk mendukung pengembangan komoditas unggulan Bambu pada wilayah sentra industri/kerajinan rakyat. Kegiatan yang diperlukan beragam menurut volume dan jenis. Aspek ini mencakup penga¬daan dan pengawasan bahan baku dan bahan penunjang untuk kerajinan bambu.
(e). Pembinaan Penyuluhan
Jajaran Dinas PKT dan PKL ditingkatkan kemampuannya agar dapat memberikan kontribusi sesuai dengan fungsinya sebagai media tempat bertanya, berlatih, berbagi pengalaman antar perajin dan tempat pertemuan antara petani, pedagang dan pengelola industri/kerajinan rakyat/pengusaha. Untuk itu perlu dipersiapkan SDM serta perangkat keras dan lunak yang memadai untuk menjalankan fungsi pusat pelayanan industri/kerajinan rakyat.
BAB II
Kerajinan Bambu di Garut
1. Kerajinan Bambu
Garut memiliki banyak sekali farietas bambu dengan sebaran tumbuh yang sangat luas dihampir seluruh wilayah Garut. Ada 2 bentuk kerajinan bambu yang terdapat di Kec. Selawi yaitu Anyaman dan Sangkar Burung yang sudah punya nama dikalangan pecinta burung kicau.
Industri Kerajinan Bambu
Unit Usaha : 2.730 unit
Tenaga kerja : 10.720 orang
Kapasitas per tahun : 461.805 kodi (anyaman)
299.502 buah (sangkar burung)
Nilai investasi : Rp. 1.092.000.000
Nilai produksi : Rp. 32.000.000.000
Negara tujuan ekspor : -
Sebanyak 2.600 kepala keluarga (KK) atau sekitar 3.800 jiwa dari jumlah penduduk keseluruhan 3.900 KK atau 5.875 jiwa dari tujuh kampung di Desa Putrajawa, Kec. Selaawi, saat ini mengalami rawan daya beli. Hal itu terjadi sebagai dampak kemarau panjang beberapa waktu lalu. Mereka berada di Kampung Burujul, Cikakak, Cikuya, Depok, Lemburtengah, Lemburkulon, dan Babakan Awi.
Beruntung keadaan mereka tidak separah warga Garut lainnya yang mengalami rawan pangan dan daya beli seperti di Kec. Pakenjeng atau Cisewu yang sampai mengonsumsi bubur, pisang muda, dan gadung. Namun begitu, ribuan penduduk Putrajawa tersebut sejak sebulan terakhir terpaksa mengonsumsi nasi hanya satu kali sehari karena tak memiliki cukup uang lagi untuk membeli beras.
Menurut Ketua Dewan Keluarga Masjid (DKM) Al-Barokah Kp. Burujul, Rachmat, S.Ag., M.Si. didampingi Kepala Dusun, Ipin Solihin, Rabu (7/2), mereka yang rawan daya beli itu kebanyakan sebagai buruh tani dan sebagian lainnya buruh menganyam perabotan rumah tangga. Tidak sedikit di antara mereka merupakan janda jompo.
Rachmat menyebutkan, sebagian besar dari sebanyak 3.900 KK atau 5.875 jiwa penduduk Desa Putrajawa terbilang keluarga miskin. Bahkan, tak sedikit rumah tinggalnya dibangun melalui bantuan masyarakat secara gotong royong.
Perut buncit
Menurut Rachmat, areal pertanian dilanda kekeringan dan tak bisa ditanami serta kondisi penjualan hasil anyaman yang menurun membuat mereka kehilangan penghasilan, untuk menutupi kebutuhan sehari-harinya.
Hal senada dikatakan Ipin Solihin. Menurutnya, sebagian besar areal pertanian di Desa Putrajawa lahan tadah hujan yang hanya bisa diolah pada saat musim hujan. “Beras raskin memang ada, tapi tak bisa menolong kebutuhan warga terhadap beras lebih lama”, imbuhnya.
Sementara itu, salah seorang penduduk Kp. Lembur Tengahkulon, Desa Putrajawa, Johan Abdullah (7), menderita perut buncit dan susah buang air besar. Untuk buang air besar, terpaksa mesti digurah air sabun yang dipompakan ke lubang anusnya. Hal tersebut dijalaninya sejak masih bayi.
Sepintas, penyakit yang diderita anak kedua dari empat bersaudara pasangan Dadin (40) dan Ny. Iah (30) itu mirip busung lapar. Pasalnya, bagian perutnya terlihat membuncit, kedua pasang kaki dan lengannya juga relatif kecil. Ditambah bola matanya sayu, kurang bergairah.
Menurut Dadin, sesuai hasil pemeriksaan pihak RS dr. Slamet setahun lalu, anaknya itu dinyatakan menderita kejang usus.
A. Kerajinan anyaman bambu Desa Pasir Waru- LimbanganGarut
Meskipun hasil kerajinan tempat makanan dari anyaman bambu, seperti besek, saat ini sudah mulai banyak digantikan produk buatan pabrik, sejumlah perajin yang membuat barang tersebut ternyata masih mampu bertahan. Di antara sedikit pengrajin besek yang sampai saat ini masih bertahan, tinggal di Desa Pasirwaru. Salah satu Desa pengrajin besek yang bisa Yang bias anda temui.
Warga desa Pasir waru itu mengaku, meskipun saat ini sudah banyak produk pabrik yang menggantikan fungsi besek, barang hasil keterampilannya tidak terlalu sulit dipasarkan. Menurut Warga, dalam sepekan ia dapat menyelesaikan 100 sampai 200 pasang besek, dengan ukuran 18 x 18 centimeter. Warga juga mengaku, harga satu pasang besek, biasanya sekitar Rp 300.
Selain membuat besek, Warga desa pasirwaru seperti pengrajin anyaman bambu lainnya yang ada di desa itu, juga bisa membuat beragam produk kerajinan yang lain, seperti alat penutup kepala berupa caping, wakul, tempat sampah, tempat pakaian kotor, tas, tempat bumbu dapur, dan tusuk sate.
Dari banyak jenis kerajinan dari bambu tersebut, salah satu warga mengatakan barang paling banyak diminta pasar adalah besek dan tusuk sate. Meski waktu pembuatannya cukup lama, para pengrajin pun tidak pernah menolak pesanan.
"Biasanya kalau dapat pesanan cukup banyak dari orang yang mau punya hajat, kami kerjakan secara bersama-sama dengan warga lainnya yang juga membuat besek. Mereka kerjakan di rumah masing-masing, kalau sudah jadi baru dikumpulkan.
B. Pemasaran terbatas
Berbeda dengan besek yang sering dibuatnya, hasil kerajinan bambu lainnya seperti tempat sampah dan caping, jarang dia buat. Pasalnya, pemasaran barang tersebut terbatas. "Kalau ada orang yang pesan, baru para pengrajin buat.
Sementara itu, menurut perajin lainnya di desa pasirwaru, hasil kerajinan yang paling menguntungkan adalah tusuk sate. Dijelaskan, selain tidak rumit, pemasarannya juga relatif mudah. Dalam sehari, rata-rata ia bisa membuat seribu batang tusuk sate yang dijual seharga Rp 600-Rp 700. Juk/ip
2. Kerajinan Anyaman Desa Pasir waru - Garut Perlu Dipromosikan
Keranjang sebenarnya hanya salah satu dari berbagai macam bentuk dan jenis kerajinan asal Pengrajin desa pasirwaru yang dipajang di pasaran. Tampak juga mendominasi gantungan yang terbuat dari kayu mahoni dengan ukir-ukiran khas Pengrajin desa, bentuk lain yang bahan bakunya berasal dari batu tambang.
Begitu pula halnya dengan kerajinan dari kayu mahoni dan tumbuhan etak. Pasar kerajinan jenis ini sudah merambah pasaran kota dan permintaannya didominasi oleh kota-kota luar
Kendala
Guna memenuhi permintaan baik kerajinan Anyaman maupun kayu dari kota-kota yang yang meminta pesanan, setiap bulannnya warga desa pasir waru mengaku harus mengirim setidaknya setengahnya dari pesanan, besar dan kecil barang kerajinan nya. Namun, tidak semua permintaan dipenuhi karena keterbatasan pekerja. Untuk membantu terealisasinya permintaan tersebut, walau desa pasirwaru dominant dengan para pengrajin namun ada juga dari para pengrajin yang menginginkan utuk membuat kerajinan dengan cara dibayar lepas.
Sulitnya mencari baha yang sesuai dengan pesanan.
“Di sini sudah sangat jarang. Kalau mau menanam lagi butuh waktu yang lama. Dengan kondisi karyawan dan bahan baku yang cukup, mungkin seluruh permintaan dapat dipenuhi,
Lebih penting lagi, persoalan pengiriman barang juga menjadi kendala. Saat ini belum ada fasilitas di Desa pasirwaru yang dapat mempermudah pengiriman barang seperti pengiriman dalam bentuk puso.
Fasilitas tersebut menurutnya hanya ada di jalan limbangan sebagai sebagai jalan utama, sehingga menyebabkan biaya tinggi akibat penambahan biaya pengiriman.
Akan tetapi, persoalan terpenting dari semua persoalan yang ada, kata masyarakat, adalah minimnya promosi kerajinan-kerajinan di desa pasirwaru ini secara umum oleh Dinas Pariwisata setempat. Untuk pameran saja, mereka harus mencari tahu sendiri.
Dengan sendirinya, biaya pameran yang tergolong tinggi bagi para perajin pun harus ditanggung sendiri. “Selama ini yang menjadi buyer kami adalah penduduk yang ada di kota yang kebetulan berkunjung ke desa kami,” kata Salah satu warga
2.1. Anyaman
Berbagai kerajinan anyaman di Desa pasir waru – selaawi garut merupakan komoditi potensial untuk dikembangkan. Kerajinan anyaman yang perkembangannya sangat signifikan antara lain adalah kerajinan anyaman Bambu. Kerajinan Anyaman bamboo ini perkembangannya sangat bagus. Perkembangan ini bukan saja dari nilai penjualannya tetapi juga berkembang jenis dan desainnya. Berbagai bahan dari Bambu seperti Bambu hitam, Bambu kuning, sangat menarik untuk dibuat produk kerajinan. Jenis kerajinan yang dihasilkan dari bahan baku ini antara lain berbagai tas, taplak meja, perlengkapan meja makan bahkan sampai kotak pakaian dan benda fungsional lainnya.
3. KERAJINAN ANYAMAN SIAP BERSAING DI PASAR GLOBAL
Kawasan Sergai kaya akan daerah rawa-rawanya yang ditumbuhi rumput dan pandan, bahan baku kerajinan anyaman. Jika anda singgah di Desa Pasir waru pasti akan melihat banyak hasil kerajinan anyaman yang dijual selain tentunya Dodol Garut. Desa pasirwaru memang dikenal sebagai salah satu sentra kerajinan anyaman di Garut. Setidaknya menurut data dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi sergai ada sekitar 30-an kelompok pengrajin anyaman yang tersebar diseluruh kabupaten. Umumnya berada dipesisi kota tempat dimana bahan baku berupa Bambu dan bahan pengrajin lainnya. Di daerah Garut ada beberapa desa yang menjadi sentra industri kerajinan ini antara lain desa Pataruman, Putra jawa, dan Pasirwaru. ”Kita punya sentra industri kecil di Garut yang membina para pengrajin ini, ” katanya. pengjarin untuk mengembangkan usahanya. Beberapa produksi kerajinan anyaman yang dihasilkan antara lain, tikar (dengan berbagai motif), keranjang, baki (tatakan), tas, sendal, dompet, tempat hp dan berbagai macam perlengkapan rumah tangga lainnya.
Para pengrajin ini umumnya adalah para petani yang memanfaatkan waktu luang untuk menambah pendapatan keluarga. ”Para pengrajin ini tidak secara khusus mengerjakannya, apalagi memang keahlian menganyam diperoleh turun temurun,” kata Salah satu warga. Masalah klasik dalam mengembangkan kerajinan ini adalah pemasaran. Di garut sendiri telah berupaya dengan ikut serta dalam berbagai kegiatan pemeran baik lokal maupun nasional. ”Kita masih mengandalkan pasar lokal, kecuali beberapa produk yang memang sudah menembus berbagai daerah seperti Jakarta, Bandung dan Tasik,” tandasnya. Agar dapat menjadikan kerajinan ini sebagai peluang bisnis bagi pengrajinnya, instansi ini terus melakukan berbagai pelatihan seperti manajemen, teknik penggunaan alat serta peningkatan kualitas. ”Kita berharap kerajinan ini bisa diandalkan sebagai peluang bisnis bagi mereka, Dari segi kualitas menurut Warga, hasil yang dikerjakan para pengrajin saat ini mampu bersaing dengan produk-produk sejenis dari daerah lain. Karenanya instansinya sangat terbuka untuk bekerjasama dengan pihak-pihak yang mau mengekspor kerajinan ini ke mancanegara. ”Dengan bahan baku yang melimpah kita siap memenuhi pesanan yang diminta.”
BAB III
P E N U T U P
1. Faktor Pendorong, Penarik dan Penghambat
1.1. Faktor Pendorong
Faktor pendorong adalah faktor yang dapat mendukung dan mempercepat keberhasilan pelaksanaan SPAKU Kerajinan Bambu, dengan faktor tersebut dapat lebih efisien dan efektif dalam mencapai sasaran yang diharapkan karena dapat memanfaatkan kondisi yang ada. Faktor tersebut terdiri dari :
a. Kebiasaan Masyarakat
Kebiasaan masyarakat di daerah pembangunan SPAKU sudah mengenal kerajinan bambu dan sebagian sudah menerapkan teknologi tepatguna, kondisi ini lebih akan cepat berkembang dalam arti bahwa masyarakat sudah mengenal lebih dahulu sehingga lebih cepat mengerti dan menerima untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
b. Untuk Wilayah Sasaran
Letak wilayah Jawa Timur cukup strategis, dalam arti jalur lalu lintas merupakan jalur perlintasan kegiatan ekonomi, kondisi ini mudah diketahui dan dikenal oleh para pembeli serta memperlancar dan mempercepat arus barang barang sehingga dapat dengan mudah dipasarkan/ diperdagangkan.
c. Aparat Penyuluh dan Aparat Desa
Aparat Penyuluh dan Aparat Desa sangat antagonis terhadap pelaksanaan Proyek SPAKU, dalam arti mereka mau dan siap menerima kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan agroindustri kerajinan bambu, dan juga karena pada awal mulainya Proyek SPAKU wilayah tersebut sebagian telah melaksanakan Program Pemberdayaan Perajin Bambu. Hal ini akan menciptakan susanan aparat yang lebih hasrat dan siap untuk menerima sekali¬gus dapat mendorong keberhasilan pelaksanaan SPAKU.
1.2. Faktor Penarik
Faktor Penarik adalah faktor yang membuat Produsen tertarik untuk mengembangkan usaha kerajinan bambu . Faktor-faktor tersebut meliputi :
a. Permintaan pasar
Permintaan akan produksi kerajinan bambu relatif masih cukup tinggi, hal ini dicirikan masih belum ada masalah pemasaran produksi bahkan sebagian pembeli/pedagang selalu datang ke produsen untuk membeli produk tersebut .
b. Home Industri
Home industri yang mengolah produk-produk kerajinan bambu sudah mulai berkembang, hal ini merupakan suatu usaha untuk memenuhi, mengantisipasi selera pasar dan sekaligus meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan petani.
1.3. Faktor Penghambat
Faktor Penghambat adalah faktor yang dapat menghambat pelaksanaan pembangunan SPAKU Kerajinan Bambu apabila tidak ada upaya jalan keluarnya. Faktor penghambat tersebut meliputi :
a. Pemasaran dan Permodalan
Modal dan manajemennya merupakan faktor pokok dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam memulai usaha produksi. Pada saat ini modal yang dimiliki masyarakat dirasakan masih kurang untuk mengembangkan usahanya. Maka pemenuhan permodalan ini sangat diharapkan oleh Para Perajin dalam mencukupi dan memulai usahanya (terutama dapat diperoleh dari Pihak Perbankan atau Bapak Angkat sebagai mitra kerja), sehingga pada akhirnya modal tidak lagi menjadi faktor penghambat.
b. INOVASI Teknologi dan Informasi Pasar
Gejolak dan fluktuasi pasar yang timbul secara mendadak biasanya mengakibatkan tekanan yang cukup besar terhadap sistem produksi dan perajin akan mengalami kerugian yang besar. Oleh karena itu berbagai macam jenis informasi pasar dan inovasi teknologi senantiasa diperlukan sedini mungkin untuk dapat diambil tindakan antisipasinya.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian SPAKU kerajinan bambu dilakukan dalam kerangka pengelolaan usaha agribisnis kerajinan bambu secara profesional. Dua macam organisasi yang terlibat ialah (1) organisasi pengendali, yaitu FORKA (Forum Komunikasi Agroindustri) yang beranggotakan instansi terkait, suasta, tokoh masyarakat dan ketua KUBA; dan (2) organisasi pengelola agribisnis kerajinan bambu yang berintikan pada KUBA dan Koperasi Perajin Bambu (KPB). Kedua kelembagaan ini terwadahi dalam Kawasan Industri Masyarakat Perhutanan.
3. Mekanisme Pendanaan
Untuk tercapainya sasaran kegiatan pengem¬bangan SPAKU Kerajinan Bambu maka setiap tahun pada penyelenggaraan Rakorbang Tk. II, perlu dibahas rancangan kebutuhan biaya pelaksanaan pem¬bangunan SPAKU setiap tahunnya. Hal ini diperlukan untuk pengalokasian dana dari berbagai sumberdana yang diperlukan untuk penyiapan prasarana penunjang.
4. Manfaat yang Diharapkan
Pembangunan "SPAKU" Kerajinan Bambu ini jika berhasil akan memberikan dampak langsung berupa peningkatan pendapatan dan kualitas hidup masyarakat yang secara langsung dan tidak langsung berkaitan dengan komoditas bambu dan olahannya sebagai pelaku aktifitas ekonomi produktif.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Penerbitan KP Batubara di Kaltim Buat Pengelolaan Tak Terkontrol. http://
www.kapanlagi.com/h/0000059475 (10 Sep 2005)
---------.2003. Deposit Batu Bara di Kaltim Diperkirakan Sekitar 6,45 Miliar Ton. http://www.
kapanlagi.com/h/0000061499.html (10 Sep 2005)
---------.2003. Kaltim Putar Haluan ke ’Emas Hitam’. http://www.kapanlagi.com/h/0000075450_
print.html (10 Sep 2005)
---------. 2004. Daerah Cuma Mendapat Getahnya. Kompas, 15 Desember.
Harijono, T.2003. Tambang Batu Bara, Tak Henti Dililit Masalah. https://www.kompas.com/
kompas-cetak/0309/15/teropong/559000.htm (11 Sep 2005).
Hendarto, K.A. 2005. Proyek Kehutanan Sosial dan Penganggaran Berwawasan Gender:
Suatu Ulasan Teoritis. http://www.dephut.go.id/informasi/SocFor/Gender.htm (14 Sep
2005).
CHATBOX
Quickpost this image to Myspace, Digg, Facebook, and others!
Get your own Chat Box! Go Large!
http://www.focus.co.id/images/yahoo-icon.png
01 Februari, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar